Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Hapusnya Hukum Perikatan menurut KUHPer
1.Pembayaran
(Pasal 1382-1403 KUHPerdata)
Yaitu pelunasan utang (uang, jasa, barang) atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur.Misalnya perjanjian jual beli sepeda. forky membeli sepeda milik rian, maka saat forky membayar harga sepeda dan sepeda tersebut diserahkan rian kepada forky yang berarti lunas semua kewajiban masing-masing pihak (forky dan rian) maka perjanjian jual beli antara forky dan rian dianggap berakhir/hapus
2.Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/konsinyasi (Pasal 1404-14012 KUHPerdata)
Yaitu suatu
cara hapusnya perikatan dimana debitur hendak membayar utangnya namun
pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka kreditur bisa menitipkan pembayaran
melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
Misalnya, A
punya utang kepada B. Akhirnya A membayar utang tersebut kepada B tapi B
menolak menerimanya. Dalam kondisi demikian, A bisa menitipkan pembayaran
utangnya tersebut melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat nanti
pengadilan yang akan meneruskannya kepada B.
Jika
menitipkan melalui pengadilan ini sudah dilakukan, maka utang-piutang antara A
dan B dianggap sudah berakhir.
3.Novasi/pembaharuan
utang (Pasal 1425-1435 KUHPerdata)
Adalah
perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada
dihapuskan dan kemudian suatu perikatan yang baru.
Misalnya, A
punya utang Rp. 1.0.000.000,- kepada B, tapi A tidak sanggup bayar utangnya
tersebut. Lalu B mengatakan bahwa B tidak perlu lagi membayar utangnya sebesar
Rp. 1.0.000.000,- tersebut, melainkan cukup bayar Rp. 50o0.000,- saja, dan utang
dianggap lunas. Dalam hal ini perjanjian utang piutang antara A dan B yang
sebesar Rp. 1.0.000.000,- dihapuskan dan diganti perjanjian utang piutang yang
sebesar Rp. 5000.000, – saja.
4.Perjumpaan
utang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUHPerdata).
Yaitu
penghapusan utang masing-masing dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan kreditur.
Misalnya A
punya utang kepada B sebesar Rp. 500.000,- tapi pada saat yang sama B juga
ternyata punya utang kepada A sebesar Rp. 500.000,-. Dalam hal demikian maka
utang masing-masing sudah dianggap lunas karena “impas”, dan perjanjian
utang-piutang dianggap berakhir.
5.Konfisio/percampuran
utang (Pasal 1436-1437 KUHPerdata).
Adalah
percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai
kreditur menjadi satu.
Misalnya, A
punya utang kepada B. Ternyata karena berjodoh A akhirnya menikah dengan B.
Dalam kondisi demikian maka terjadilah percampuran utang karena antara A dan B
telah terjadi suatu persatuan harta kawin akibat perkawinan. Padahal dulunya A
mempunyai utang kepada B.
6.Pembebasan
utang (Pasal 1438-1443 KUHPerdata).
Yaitu
pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari
utang-tangnya.
Misal, A
punya utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari utangnya tersebut.
7.Musnahnya
barang terutang (Pasal 1444-1445 KUHPerdata)
Yaitu
perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi
prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur.
Musnahnya barang yang terutang ini digantungkan pada dua syarat (Miru dan Pati,
2011: 150)
1. Musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur
2. Debitur belum lalai menyerahkan kepada kreditor.
8.Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUHPerdata)
Yang
dimaksud “batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah “dapat
dibatalkan”. (Komandoko dan Raharjo, 2009: 11).
Misalnya,
suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa (belum cakap
hukum) perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya melalui pengadilan. Dan
saat dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian tersebut pun berakhir.
9.Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUHPerdata)
Artinya
syarat-syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa
segala sesuatu pada keadaan semula yaitu seolah-olah tidak ada suatu
perjanjian. Misalnya perjanjian yang dibuat bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata) adalah batal demi
hukum.
10.Lewatnya
waktu/daluwarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV KUHPerdata)
Menurut Pasal 1946 KUHPerdata, daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
trimakasih :)
Mantap min, stay healthy
ReplyDelete